Pages

Selasa, 11 Oktober 2011

Ghazwul Fikri

Ghazwul fikri berasal dari kata ghazw dan al-fikr, yang secara harfiah dapat diartikan "Perang
Pemikiran". Yang dimaksud ialah upaya-upaya gencar pihak musuh-musuh Allah subhanahu
wata'ala untuk meracuni pikiran umat Islam agar umat Islam jauh dari Islam, lalu akhirnya membenci
Islam, dan pada tingkat akhir Islam diharapkan habis sampai ke akar-akarnya. Upaya ini telah
berlangsung sejak lama dan terus berlanjut hingga kini.

Ghazwul fikri dimulai ketika kaum salib dikalahkan dalam sembilan kali peperangan besar.
Kemenangan kaum muslimin tersebut sangat spektakuler, sebab pasukan muslim yang diterjunkan
dalam pertempuran berjumlah sedikit. Pasukan Khalid bin Walid, misalnya pernah berperang dengan
jumlah tentara sekitar 3000 personil, sedangkan pasukan Romawi yang dihadapi berjumlah 100.000
personil, hampir 1 berbanding 35. Allah memenangkan kaum muslimin dalam pertempuran tersebut.
Kekalahan demi kekalahan itu akhirnya menyebabkan kaum salib menciptakan taktik baru. Di bawah
pimpinan Raja Louis XI, taktik baru tersebut dilancarkan. Caranya bukan lagi berupa penyerangan
fisik, tetapi musuh-musuh Allah itu mengirimkan putera-putera terbaik mereka ke kota Makkah untuk
mempelajari Islam. Niat atau motivasi mereka tentu bukan untuk mengamalkan, melainkan untuk
menghancurkannya. Pembelajaran dengan niat jahat itu ternyata berhasil. Tafsir dikuasai, hadist
dimengerti, khazanah ilmu Islam digali. Setelah sampai ke tahap dan tingkat ahli, para pembelajar
Islam dari kaum Salib ini kembali ke Eropa, lalu membentuk semacam Research and Development
(Penelitian dan Pengembangan) untuk mengetahui kelemahan umat Islam agar dapat mereka
kuasai.
Kesungguhan mereka dalam mempelajari Islam tersebut memang luar biasa. Sampai dalam sejarah
diungkapkan kisah seorang pembelajar Islam dari kaum salib yang rela meninggalkan anak istrinya
hanya untuk berkeliling ke negeri-negeri Islam guna mencari kelemahan negeri-negeri Islam itu. Di
antara pernyataan mereka ialah, "Percuma kita berperang melawan umat Islam selama mereka
berpegang teguh pada agama mereka. Jika komitmen mereka terhadap agama mereka kuat, kita
tidak dapat berbuat apa-apa. Oleh karena itu, tugas kita sebetulnya adalah menjauhkan umat Islam
dari agama mereka, barulah kita mudah mengalahkan mereka." Gleed Stones, mantan perdana
menteri Inggris, juga mengatakan hal yang sama, "Percuma memerangi umat Islam, kita tidak akan
mampu menguasainya selama di dada pemuda-pemuda Islam al-Qur'an masih bergelora. Tugas kita
kini adalah mencabut al-Qur'an hati mereka, baru kita akan menang dan menguasai mereka."
Dalam konteks ini, al-Qur'an mengatakan, artinya, "Sesungguhnya setan bagi kamu merupakan
musuh, maka perlakukanlah ia sebagai musuh. Sesungguhnya setan itu mengajak hizb (golongan)
nya agar mereka menjadi penghuni neraka." (QS.Faathir : 6).
Setan yang merupakan musuh umat Islam itu, menurut ayat 112 surat al-An'aam bukan hanya dari
kalangan jin dan Iblis saja, tetapi juga dari kalangan manusia. Setan-setan manusia itu dahulu
menghina dan memojokkan serta melecehkan Islam melalui lisan mereka dengan cara sederhana

tanpa dukungan hasil teknologi canggih. Tetapi kini, penghinaan dan pemojokan serta pelecehan itu
dilakukan dengan pers yang mempergunakan sarana modern yang super canggih. Di sisi lain,
musuh-musuh Islam berupa setan manusia itu hebat dan licik. Struktur-struktur dan
lembaga-lembaga Internasional, baik politik, mau pun ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, militer
dan bidang-bidang penting lainnya hampir seluruhnya berada dalam genggaman mereka. Makanya
perputaran roda organisasi dan lembaga-lembaga dunia itu sepenuhnya dapat mereka kendalikan
secara sangat sistematis dan akurat tanpa disadari oleh mayoritas umat Islam, yang sebagiannya
masih sangat lugu dan belum tersentuh oleh da'wah. Dalam bidang komunikasi, khususnya pers,
misalnya, hampir seluruh sumber berita berada dalam 'tangan' mereka, baik yang berskala
internasional maupun nasional.
Maka tak dapat dibantah bahwa media massa yang didominasi atau dikuasai oleh kalangan yang
anti Islam, yang melihat Islam sebagai ancaman bagi kepentingan politik dan ekonomi mereka, missi
yang mereka emban tentu merugikan dan memojok kan Islam. Misalnya berupaya agar masyarakat
dunia (terutama kalangan elitnya) membenci Islam dan menjauhinya, serta menanamkan keraguan
dalam dada kaum muslimin akan kebenaran dan urgensi Islam di dalam hidup.
Keadaan ini diperburuk lagi oleh kenyataan bahwa di kalangan umat Islam, penguasaan terhadap
ilmu komunikasi dan jurnalistik hingga saat ini masih jauh dari memadai. 'Ulama dan orang-orang
yang betul betul faham akan Islam secara benar dan kaffah, pada umumnya jarang yang menjadi
jurnalis atau penulis. Apa lagi menerbitkan koran atau majalah yang benar-benar membawa misi
dakwah dan perjuangan Islam. Sebaliknya wartawan dan penulis yang beragama Islam, termasuk
yang berkaliber internasional yang mempunyai semangat sekali pun, banyak yang belum atau tidak
memahami Islam secara benar dan kaaffah (totalitas). Artinya, upaya umat Islam meng-counter
serangan musuh-musuh Allah itu nyaris tak ada.
Di sisi lain, pers yang diterbitkan orang Islam banyak yang tidak memperjuangkan dan membela
Islam, bahkan terkadang menurunkan berita yang memojokkan Islam. Sebab masih tergantung
kepada kantor-kantor berita barat/kafir, yang memang selalu memburu berita yang sifatnya
merugikan Islam. Padahal berita dari mereka menurut cara yang islami, harus terlebih dahulu
ditabayyun (diseleksi), kalau tidak, bisa berbahaya bagi umat Islam. Namun untuk melakukan
tabayyun, diperlukan pemahaman Islam yang benar dan universal serta penguasaan jurnalistik yang
akurat dengan peralatan canggih. Sementara terhadap kedua hal itu para penulis Muslim belum
betul-betul menguasainya secara baik. Ini salah satu di antara kelemahan-kelemahan dan
keterbelakangan kita, umat Islam.
Al-Qur'an memberitahukan bahwa Nabi Sulaiman 'alaihis salam pernah menda'wahi ratu negeri
Saba' melalui tulisan (berupa sepucuk surat khusus), yang akhirnya ternyata berhasil gemilang
dengan masuk Islamnya sang ratu. Kalau korespondensi da'wah sederhana antara Nabi Sulaiman
'alaihis salam dengan ratu Saba' ini boleh dikatakan termasuk bagian dari pers secara sederhana,
maka pers dalam arti yang sempit berarti telah eksis pada zaman Nabi-nabi dahulu. Bukan hanya
Nabi Sulaiman 'alaihis salam, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wassallam pun dalam
menda'wahkan Islam kepada raja-raja dan para penguasa suatu negeri pada zamannya, di
antaranya mempergunakan tulisan berupa surat yang sederhana, tanpa dukungan hasil teknologi
canggih seperti yang dikenal dunia pers kini.
Dalam dunia modern kini, pers ternyata menempati posisi sangat penting, antara lain, dapat
membentuk opini umat. Bahkan sering dikatakan bahwa siapa menguasai pers, berarti dapat
menguasai dunia. Kalau yang menguasai pers itu orang mukmin, yang benar-benar faham akan

dakwah dan memang merupakan Da'i (dalam arti luas), maka pers yang diterbitkannya tentu tidak
akan menurunkan tulisan-tulisan yang merugikan Islam, memojokkan kaum Muslim atau
menyakitkan umat Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wassallam. Tetapi kenyataan membuktikan, di
dunia ini, tak sedikit pers yang menurunkan aneka bentuk tulisan yang substansi isinya bukan hanya
memojokkan Islam dan menyakitkan hati kaum mu'min serta melecehkan al-Qur'an, tetapi lebih lagi
dari hanya sekedar itu. Dan keadaan bisa bertambah buruk lagi, kalau para pemimpin umat Islam
bukannya memihak Islam, tetapi justru memihak dan membela musuh-musuh Allah subhanahu
wata'ala. Na'udzu billaah min dzaalik!
Dahulu, para penjajah menyerang kaum Muslimin dengan senjata bom, meriam dan peluru, dan
serangan itu hingga kini sebetulnya masih tetap berlangsung. Hanya yang dijadikan sasaran bukan
lagi jasmani, tetapi aqidah ummat Islam. Salah satu tujuannya ialah bagaimana agar fikrah (ideologi)
atau 'aqidah umat Islam rusak. Tujuan paling akhir ialah bagaimana agar Islam dan umat Islam
berhasil dihabisi riwayatnya dari bumi Allah subhanahu wata'ala ini. Serangan inilah yang disebut
ghazwul fikr. Dan senjata yang dipergunakan bukan lagi bom atau peluru tetapi surat kabar, majalah,
radio, televisi dan media-media massa lainnya, baik cetak mau pun elektronik, baik yang sederhana,
mau pun yang super canggih. Untuk mengantisipasi atau mengimbangi serbuan ghazwul fikr (perang
ideologi) itu, umat Islam antara lain harus mempunyai pers yang tangguh, yang dikelola oleh para
Ulama dan jurnalis Muslim yang betul-betul faham Islam secara benar; dengan peralatan dan sarana
teknologi yang memadai dan mampu menampilkan tulisan dan berita yang benar serta baik secara
menarik dan bijaksana.
Tulisan-tulisan yang diturunkan atau diproduksinya tentu harus menarik dan akurat bermisi Islam,
agar dapat memberikan pemahaman tentang al-Islam yang benar kepada pembacanya, dan
sekaligus diharapkan dapat meredam dan mengantisipasi serbuan pers sekuler,terutama yang tak
henti-hentinya menyerang Islam dengan berbagai cara.
Satu hal lagi yang tidak boleh kita dilupakan adalah, munculnya musuh-musuh Islam dari dalam
tubuh ummat Islam sendiri tanpa kita sadari. Misalnya adanya 'tokoh' Islam yang diberi predikat Kiyai
Haji atau profesor doktor, yang konotasinya pembela Islam, sehingga dikira umat Islam, ia memang
pembela Islam, padahal sebaliknya, termasuk dalam hal ini Jaringan Islam Liberal (JIL). Sebetulnya,
ini merupakan cerita lama, sebab sejak zaman Nabi-nabi dahulu, selalu ada saja manusia-manusia
yang mengaku Muslim, tetapi pada hakikatnya merongrong atau merusak bahkan menghancurkan
Islam dari dalam. Kadang-kadang menimbulkan perpecahan di kalangan kaum Muslimin. Sebagian
mereka mengaku beragama Islam, namun takut (phobi) kalau Islam berkembang dan eksis di muka
bumi Allah subhanahu wata'ala yang fana ini. Kalau mereka menerbitkan buku, koran, majalah,
tabloid dan sejenisnya, mereka takut menulis tentang Islam. Kalau pun toh menulis juga, isinya tentu
dipoles, direkayasa sedemikian rupa, sehingga tidak mengungkapkan kenyataan yang harus
diungkapkan, dan menyampai kan apa-apa yang seharusnya disampaikan. Na'udzu billaah min
dzaalik! Mereka laksana musuh dalam selimut, menggunting dalam lipatan.
Mudah-mudahan Allah memberi kita kemampuan untuk menyeleksi bahan bacaan serta memilih
media informasi yang kita dengar dan saksikan setiap hari. Dan yang tak kalah penting, semoga
Allah subhanahu wata'ala menjadikan hati kita cinta terhadap Islam dan selalu menda'wahkan dan
memperjuangkannya, sampai akhirnya Dia memanggil kita ke sisi-Nya selama-lamanya. Amin ya
Rabbal 'alaimin (M.Hanafi Maksum/alsofwah)
http://www.kajianislam.net 2011/7/7 12:48:32 / Page 3

0 komentar:

Posting Komentar